Inilah yang Harus Dilakukan Buruh/Pekerja Jika Berselisih dengan Perusahaan

Acap kali buruh/pekerja tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika mengalami pemutusan hubungan kerja, mutasi kerja, atau lainnya. Minimnya pengetahuan tentang bagaimana tata cara menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara pengusaha dengan buruh/pekerja menyebabkan buruh/pekerja akhirnya menyerah terhadap keadaan sehingga proses penuntutan hak tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Saat diwawancara Tim Buruh Nusantara, WENY FRIATY, S.H., Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) PERADI Kota Pekanbaru yang kesehariannya berprofesi sebagai Advokat di POSBAKUM Pengadilan Negeri Pekanbaru menjelaskan bahwa setiap buruh/pekerja, atau melalui Serikat Buruh/Serikat Pekerja atau Penasehat Hukum dapat mengajukan penyelesaian perselihan antara pengusaha dengan buruh/pekerja. Hal tersebut termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Adapun jenis perselisihan hubungan industrial terbagi dalam 4 (empat) kategori yaitu Perselisihan Hak, Perselisihan Kepentingan, Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Selanjutnya Weny menuturkan setiap penyelesaian perselisihan hubungan industial lebih diarahkan untuk mengedapankan upaya perundingan secara musyawarah untuk mencapai mufakat yang tercermin pada Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang berbunyi :

Pasal 3 ayat 1

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Namun jika upaya perundingan antara buruh/pekerja atau yang mewakilinya dengan pengusaha atau yang disebut dengan perundingan bipartit tidak mencapai kata mufakat atau gagal maka salah satu atau kedua belah pihak dapat mencatatakan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dalam ini Dinas Tenaga Kerja di kabupaten/kota ataupun Dinas Tenaga Kerja di propinsi dimana buruh/pekerja itu bekerja.  Penegasan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang berbunyi :

Pasal 4 ayat 1

Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Selanjutnya Dinas Tenaga Kerja akan memproses pencatatan dengan melakukan pemanggilan terhadap kedua belah pihak yang berselisih untuk dimediasi guna mendapatkan keterangan dan menawarkan penyelesaian secara damai. Apabila penawaran damai dapat dicapai maka maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Namun perundingan tidak mencapai kata mufakat maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 ayat 2 :

Pasal 13 ayat 2

Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka:

  1. mediator mengeluarkan anjuran tertulis;  
  2. anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
  3. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
  4. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;
  5. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

Lebih lanjut Weny menyampaikan jika penyelesaian di tingkat perundingan bipartit atau tripartit tidak membuahkan hasil, maka buruh/pekerja atau yang mewakilinya dalam hal ini serikat pekerja/serikat buruh atau penasehat hukumnya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah hukum pihak-pihak yang berselisih.

Selama mengabdi di POSBAKUM Pengadilan Negeri Pekanbaru, Weny sering mendapatkan pengaduan dari buruh/pekerja perihal pemutusan hubungan kerja, hak-hak buruh/pekerja yang tidak dibayarkan dan hal lainnya. Setelah mendengarkan semua keterangan dari buruh/pekerja, maka Weny membentuk tim khusus guna menyelesaikan perselisihan tersebut karena perkara penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini membutuhkan keahlian khusus. Namun sebelum perkara ini ditangani, Weny meminta kepada buruh/pekerja untuk melengkapi semua bekas yang diperlukan termasuk Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Kelurahan berhubung perkara tersebut ditangani oleh Pusat Bantuan Hukum yang digawanginya, tegasnya. (SBGN)

Weny Friaty, S.H., Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) PERADI Pekanbaru dan Advokat di POSBAKUM PN Pekanbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *